Bosen menjadi cicak di dinding fesbuk…si cicak itu kini diam-diam merayap di tempat lain. Siap menyergap siapa saja yang melintas di depannya..
Hari ini, agak kalap belanja..gara-gara liat sale di gerai The Body Shop. Tumben, dia mendiskon semua barangnya (kalo anda pemerhati setia produk kosmetik asal Inggris ini, Anda pasti tahu apa yang saya maksud). Besaran diskonnya juga lumayan bikin meleleh. Cuman, diskonan ini hanya berlaku bagi pemegang member card The Body Shop dan pemegang kartu kredit Citibank. Yah, sbg penghibur diri sendiri bila kita pas kalap belanja, ingat aja teori dalam ilmu ekonomi ini : ketika kondisi perekonomian lesu, masyarakat itu justru didorong untuk spend their money (not saving their money). Sebab, kalo masyarakat menahan uangnya, tidak akan ada demand, akibatnya produsen merugi, efeknya mem-PHK karyawannya, efeknya banyak pengangguran, ekonomi semakin terpuruk…nha, dengan demikian, belanja itu tak selamanya negatif (menghibur diri sendiri)
Di kehidupan serba modern dan mengglobal spt sekarang ini, kita tak mungkin menghindari persentuhan dengan budaya dari negara lain. Tapi, alangkah baiknya bila kita tetap memegang teguh jati diri kita biar nggak seperti pepatah kacang lupa ama kulitnya. Jadi, jangan sampai wong Jawa ilang Jawane. Contohnya, sekali pun kita belanja produk yang pabriknya berpusat di luar negeri sono, bukan berarti kita menjadi wong Jawa sing ilang Jawa-ne ta? Sungguh naif bila kita mengkaitkan kesukaan kita kepada brand tertentu asal luar negeri dengan pepatah wong Jawa ilang jawane. Contohnya aku, sekali pun aku penggemar setia The Body Shop (remember, aku suka produk ini karena dia ramah lingkungan! Di Indonesia, hanya The Body Shop yang mau menampung kemasan kosong produknya!! sip)..namun nyatanya Astrid lebih jawa dibandingkan orang-orang yang enggak mengonsumsi produk-produk dari luar negeri.
Demikian pula halnya, ketika Astrid berubah jadi cewek tomboy berkat didikan ibu, gara-gara ibu selalu lupa bahwa puteri sulungnya ini berjenis kelamin cewek, maka bukan berarti Astrid kemudian ilang Jawane. Ibu itu kalo di rumah suka ndawuhi,”Mbak ketoke talange mampet, tulung tilikana.” Yah, kalo ibu sudah ndawuhi seperti itu, sbg anak yg baik yang bisa dilakukan hanyalah: Sendika dawuh (sekali pun sebenarnya suka ndredeg bila berada di ketinggian lebih dari 7 meter di atas tanah!)
Jadi, sekali pun aku menikmati barang-barang dan kehidupan serba modern atau berubah jadi tomboy abis (hobi manjat atap rumah, hobi kebut-kebutan ama temen-temen cowok, hobi mainin air soft gun, dsb), aku tetap wong Jawa sing njawani banget. Malah, bisa dibilang astrid ini termasuk rada kolot krn masih ngugemi nilai-nilai Jawa (misalnya, berharap cowoklah yg lebih proaktif, purposed duluan..mosok cewek sing purposed cowok? terus cowok ngapain? enak bgt). Selain itu, aku seneng dan bisa menari aneka tarian Jawa, aku mudheng unggah-ungguh, krama inggil, dsb…pokoke, tak ada setitik pun yg luntur oleh pengaruh dari luar!
Lagi pula, semua yang berbau tradisional itu belum tentu buruk. Masih banyak nilai-nilai puritan yang masih cocok kita terapkan dalam kehidupan modern dan serba high tech ini. Misalnya, nilai menjaga kesucian diri (teman boleh banyak, pacar boleh gonta-ganti, tapi segel dari Allah tetap utuh), itu masih cocok diterapkan untuk kehidupan sekarang. Sayangnya, banyak wong Jawa yang telah kehilangan Jawane (jati dirinya). Bahkan, sejak mereka masih kecil pun, orangtua tak mengenalkan si anak kepada jati dirinya sbg wong Jawa. Contoh paling mudah adalah soal pemakaian bahasa Jawa. Banyak orangtua sekarang mengajarkan bahasa Indonesia kepada anaknya (pdhl mereka domisili di Solo). Bahasa Indonesia memang bagus krn itu merupakan bahasa pemersatu bangsa. Namun, kita kan wong Jawa..lagi pula, bahasa Jawa itu lebih bagus karena mengenal strata. Di bahsa Jawa, kita nggak mungkin ngomong “Bu, ayo, maem disik!” kepada ibu kita.
Jadi, sekali pun menjadi manusia modern, bukan berarti kita kemdian meninggalkan identitas asli kita, bukan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar