Sabtu, 11 Mei 2013

Keutamaan Bulan Rajab

“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, Maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan Ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.”
(Q.S At-Taubah: 36)Empat bulan yang dimaksud adalah Dzulqo’dah, Dzulhijjah, Muharram (3 bulan berurutan) dan bulan Rajab yang ada di urutan ke 7 dalam penanggalan Hijriah (Qomariah). Di bulan ini terdapat peristiwa yang sangat besar yang biasa kita kenal dengan peristiwa Isra’ Mi’raj yaitu dinaikkannya Nabi Saw ke langit tujuh , untuk menerima syari’at shalat 5 waktu. Makanya para ulama berkomentar bahwasannya satu-satunya syari’at Islam yang Nabi Saw terima dari Allah secara langsung tanpa perantara Malaikat Jibril hanyalah shalat yang 5 waktu, ini menandakan betapan shalat lima waktu merupakan perkara yang sangat penting bagi ummat Islam.
Di bulan Rajab ini kita dianjurkan untuk memperbanyak amal ibadah dan meninggalkan sejauh-jauhnya segala bentuk kesia-siaan apalagi perbuatan ma’siat dan kejahatan terhadap manusia. Karena Ibnu Abbas r.a pernah berkata yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir Ath-Thabari bahwasannya  “Allah SWT telah menjadikan bulan-bulan ini sebagai (bulan-bulan yang) suci, mengagungkan kehormatannya dan menjadikan dosa yang dilakukan pada bulan-bulan ini menjadi lebih besar dan menjadikan amal shalih serta pahala pada bulan ini juga lebih besar.” (Tafsir Ath-Thabari)
Namun demikian, satu hal yang perlu kita perhatikan berkenaan dengan memperbanyak amal ibadah pada bulan Rajab ini adalah sebaiknya kita menghindari ibadah-ibadah yang berdasar pada hadits-hadits lemah dan palsu yang banyak sekali berseliweran sejak dahulu hingga saat ini, kita harus cerdas dalam beribadah kepada Allah Swt karena jangan sampai kita berlelah letih melakukan sebuah ibadah sehingga menghabiskan waktu dan tenaga kita akan tetapi tertolak.  Rasulullah Saw bersabda “Barangsiapa yang beramal bukan di atas petunjuk kami, maka amalannya tertolak.” (HR. Muslim). Jadi walaupun ibadah yang dilakukan berdasarkan hadits shahih (sesuai tuntunan Rasul Saw) belum tentu diterima itu masih lebih baik ketimbang kita mengamalkan ibadah yang sudah jelas-jelas tertolak.
Ibnu Hajar Al-Asqalani telah menulis masalah kedha’ifan dan kemaudhu’an hadits-hadits tentang amalan-amalan khusus di bulan Rajab; Tabyiinul ‘Ajab fii maa Warada fii Fadhaaili Rajab. Di dalamnya beliau menulis, “Tidak ada satu keteranganpun yang menjelaskan keutamaan bulan Rajab, tidak juga berkaitan dengan shaumnya, atau berkaitan dengan shalat malam yang dikhususkan pada bulan tersebut, yang merupakan hadits shahih yang dapat dijadikan hujjah.”
Dalam kitab Iqthidha Shiratil Mustaqim, Ibnu Taimiyah berkata, “Tidak ada satu keterangan pun dari Nabi Saw berkaitan dengan keutamaan bulan Rajab, bahkan keumuman hadits yang berkaitan dengan hal tersebut merupakan hadits-hadits palsu (Iqtidha Shirathil Mustaqim, 2/624)
Jadi alangkah baiknya jika kita memperbanyak amal ibadah di bulan ini dengan ibadah-ibadah yang sudah jelas keshahihan haditsnya seperti shaum daud, shaum senin kamis, shaum tgl 13, 14, 15, shalat tahajjud, shalat dhuha, shedekah, dan lain sebagainya. Wallahu a’lam.

Jumat, 10 Mei 2013

Adakah anjuran puasa bulan rojab

Alhamdulillah wa shalaatu wa salaamu 'ala Rosulillah, wa 'ala aalihi wa shobihi ajma'in.
Sebagian orang sempat menganjurkan bahwa banyaklah puasa pada bulan Rajab. Ada pula yang menganjurkan untuk berpuasa di awal-awal bulan Rajab. Apakah betul anjuran seperti ini ada dasarnya? Silakan ditelusuri dalam pembahasan singkat berikut ini. Semoga bermanfaat.
Aku bertanya pada Sa'id bin Jubair tentang puasa Rajab dan kami saat itu sedang berada di bulan Rajab, maka ia menjawab : Aku mendengar Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma berkata: "Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam senantiasa berpuasa sampai kami berkata nampaknya beliau akan berpuasa seluruh bulan. Namun suatu saat beliau tidak berpuasa sampai kami berkata : Nampaknya beliau tidak akan puasa sebulan penuh." (HR. Muslim dalam kitab Ash Shiyam. An Nawawi membawaknnya dalam Bab Puasa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam di selain bulan ramadhan)
Sebagian orang agak sedikit bingung dalam menyikapi hadits di atas, apakah di bulan Rajab harus berpuasa sebulan penuh ataukah seperti apa? Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan,
”Adapun mengkhususkan bulan Rajab dan Sya’ban untuk berpuasa pada seluruh harinya atau beri’tikaf pada waktu tersebut, maka tidak ada tuntunannya dari Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam dan para sahabat mengenai hal ini. Juga hal ini tidaklah dianjurkan oleh para ulama kaum muslimin. Bahkan yang terdapat dalam hadits yang shahih (riwayat Bukhari dan Muslim) dijelaskan bahwa Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam biasa banyak berpuasa di bulan Sya’ban. Dan beliau dalam setahun tidaklah pernah banyak berpuasa dalam satu bulan yang lebih banyak dari bulan Sya’ban, jika hal ini dibandingkan dengan bulan Ramadhan.
Adapun melakukan puasa khusus di bulan Rajab, maka sebenarnya itu semua adalah berdasarkan hadits yang seluruhnya lemah (dho’if) bahkan maudhu’ (palsu). Para ulama tidaklah pernah menjadikan hadits-hadits ini sebagai sandaran. Bahkan hadits-hadits yang menjelaskan keutamaannya adalah hadits yang maudhu’ (palsu) dan dusta.”(Majmu’ Al Fatawa, 25/290-291)
Bahkan telah dicontohkan oleh para sahabat bahwa mereka melarang berpuasa pada seluruh hari bulan Rajab karena ditakutkan akan sama dengan puasa di bulan Ramadhan, sebagaimana hal ini pernah dicontohkan oleh ’Umar bin Khottob. Ketika bulan Rajab, ’Umar pernah memaksa seseorang untuk makan (tidak berpuasa), lalu beliau katakan,
لَا تُشَبِّهُوهُ بِرَمَضَانَ
Janganlah engkau menyamakan puasa di bulan ini (bulan Rajab) dengan bulan Ramadhan.” (Riwayat ini dibawakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Al Fatawa, 25/290 dan beliau mengatakannya shahih. Begitu pula riwayat ini dikatakan bahwa sanadnya shahih oleh Syaikh Al Albani dalam Irwa’ul Gholil)
Adapun perintah Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam untuk berpuasa di bulan-bulan haram yaitu bulan Rajab, Dzulqo’dah, Dzulhijjah, dan Muharram, maka ini adalah perintah untuk berpuasa pada empat bulan tersebut dan beliau tidak mengkhususkan untuk berpuasa pada bulan Rajab saja. (Lihat Majmu’ Al Fatawa, 25/291)
Imam Ahmad mengatakan, Sebaiknya seseorang tidak berpuasa (pada bulan Rajab) satu atau dua hari.”
Imam Asy Syafi’i mengatakan, ”Aku tidak suka jika ada orang yang menjadikan menyempurnakan puasa satu bulan penuh sebagaimana puasa di bulan Ramadhan.”
Beliau berdalil dengan hadits ’Aisyah yaitu ’Aisyah tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam berpuasa sebulan penuh pada bulan-bulan lainnya sebagaimana beliau menyempurnakan berpuasa sebulan penuh pada bulan Ramadhan. (Latho-if Ma’arif, 215)
Ringkasnya, berpuasa penuh di bulan Rajab itu terlarang jika memenuhi tiga point berikut.
  1. Jika dikhususkan berpuasa penuh pada bulan tersebut, tidak seperti bulan lainnya sehingga orang-orang awam dapat menganggapnya sama seperti puasa Ramadhan.
  2. Jika dianggap bahwa puasa di bulan tersebut adalah puasa yang dikhususkan oleh Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam sebagaimana sunnah rawatib (sunnah yang mengiringi amalan yang wajib yaitu amalan puasa Ramadhan).
  3. Jika dianggap bahwa puasa di bulan tersebut memiliki keutamaan pahala yang lebih dari puasa di bulan-bulan lainnya. (Lihat Al Hawadits wal Bida’, hal. 130-131. Dinukil dari Al Bida’ Al Hawliyah, 235-236)
Kesimpulan: Tidak ada yang istimewa dengan puasa di bulan Rajab kecuali jika berpuasanya karena bulan Rajab adalah di antara bulan-bulan haram, namun tidak ada keistimewaan bulan Rajab dari bulan haram lainnya. Yang tercela sekali adalah jika puasanya sebulan penuh di bulan Rajab sama halnya dengan bulan Ramadhan atau menganggap puasa bulan Rajab lebih istimewa dari bulan lainnya. Juga tidak ada pengkhususan berpuasa pada hari tertentu atau tanggal tertentu di bulan Rajab sebagaimana yang diyakini sebagian orang.
Jika memiliki kebiasaan puasa Senin-Kamis, puasa Daud atau puasa ayyamul biid, maka tetap rutinkanlah di bulan Rajab. Semoga Allah beri taufik untuk tetap beramal sholih.
Semoga pembahasan singkat ini bermanfaat bagi pengunjung Rumaysho.com sekalian. Semoga Allah selalu memberkahi kita di bulan Rajab ini.
Nantikan penjelasan selanjutnya mengenai perayaan Isro' Mi'roj. Semoga Allah mudahkan.

Kamis, 09 Mei 2013

Hukum Pernikahan Lintas Agama

Hukum seorang laki-laki muslim menikahi perempuan non muslim (beda agama)

Pernikahan seorang lelaki muslim menikahi seorang yang non muslim dapat diperbolehkan, tapi di sisi lain juga dilarang dalam islam, untuk itu terlebih dahulu sebaiknya kita memahami terlebih dahulu sudut pandang dari non muslim itu sendiri.

1. laki-laki yang menikah dengan perempuan ahli kitab (Agama Samawi), yang dimaksud agama samawi atau ahli kitab disini yaitu orang-orang (non muslim) yang telah diturunkan padanya kitab sebelum al quran. Dalam hal ini para ulama sepakat dengan agama Injil dan Taurat, begitu juga dengan nasrani dan yahudi yang sumbernya sama. Untuk hal seperti ini pernikahannya diperbolehkan dalam islam. Adapun dasar dari penetapan hukum pernikahan ini, yaitu mengacu pada al quran,  Surat Al Maidah(5):5,

“Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka. (Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar maskawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barang siapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari akhirat termasuk orang-orang merugi.”

2. Lelaki muslim menikah dengan perempuan bukan ahli kitab. Yang dimaksud dengan non muslim yang bukan ahli kitab disini yaitu kebalikan dari agama samawi (langit), yaitu agama ardhiy (bumi). Agama Ardhiy (bumi), yaitu agama yang kitabnya bukan diturunkan dari Allah swt, melainkan dibuat di bumi oleh manusia itu sendiri. Untuk kasus yang seperti ini, maka diakatakan haram. Adapun dasar hukumnya yaitu al quran al Baqarah(2):222

“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.”

Perempuan muslim menikah dengan laki-laki non muslim.

Dari al quran al Baqarah(2):221 sudah jelas tertulis bahwa:

"...Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman..."

Pernikahan seorang muslim perempuan sudah menjadi hal mutlak diharamkan dalam islam, jika seorang perempuan tetap memaksakan diri untuk menikahi lelaki yang tidak segama dengannya, maka apapun yang mereka lakukan selama bersama sebagai suami istri dianggap sebagai perbuatan zina.

Kesimpulannya:
Seorang laki-laki muslim boleh menikahi perempuan yang bukan non muslim selama perempuan itu menganut agama samawi, apabila lelaki muslim menikahi perempuan non muslim yang bukan agama samawi, maka hukumnya haram.
Sedangkan bagi perempuan muslim diharamkan baginya untuk menikah dengan laki-laki yang tidak seiman.