Minggu, 17 Januari 2010
Bidadari itu : "Perempuan Shaleh"
Sabtu, 16 Januari 2010
Bahtera Nabi Nuh Versi Modern
Apa jadinya bila bumi yang selama ini kita pijak tiba-tiba amblas dan hilang tertelan air laut? Mulai dari rumor sampai data-data ilmiah serta sejarah, tersebar bahwa suatu saat bumi akan hancur. Dan konon kabarnya semua itu akan terjadi tahun 2012. Benarkah? Mengambil kesempatan dengan adanya berita ini, Colombia Pictures memproduksi sebuah film yang cukup mengundang rasa penasaran. 2012, Film yang sudah dinanti-nanti kehadirannya di tanah air.
Berawal dari temuan ilmuwan India Dr. Satnam Tsurutani (Jimi Mistry) yang mengetahui bahwa inti dari kulit bumi mengalami kenaikan suhu karena efek yang diakibatkan oleh matahari. Akibatnya, lempeng bumi yang selama ini menopang daratan di bumi patah dan mengakibatkan gempa bumi yang sangat dahsyat. Atas dasar inilah Adrian Helmsley (Chiwetel Ejiofor) membuat laporan ke gedung putih bahwa kiamat akan tiba. Dari sinilah proyek besar terinspirasi dari Nabi Nuh dibuat.
Menonton 2012 bisa membuat kita terpana, selain karena adegan scene per-scene yang sangat menegangkan, di film ini juga kita bisa melihat efek yang luar biasa dalam pendeskripsian sebuah bencana. Salah satu adegan yang sangat menegangkan adalah ketika bumi yang biasa kita pijak sehari-hari tiba-tiba amblas kedalam tanah dan hilang ditelan air laut yang datang tanpa mengetuk. Selain itu ada gedung-gedung tinggi yang kokoh roboh dalam hitungan detik layaknya rumah pasir pantai yang diterjang air laut. Bisa dibayangkan jika ini sungguh terjadi, mau kemana Anda berlari?
Ada juga efek yang sangat luar biasa bagus adalah ketika kapal induk Amerika USS John F Kennedy yang hanyut terbawa tingginya tsunami dan menimpa Gedung Putih yang merupakan simbol kedigdayaan Amerika Serikat. Selain itu ada juga yang bisa membuat kita menahan napas, ketika Tsunami yang tingginya mencapai 1500 meter datang menembus tingginya pegunungan Himalaya. Kendati film ini tak bertabur bintang kelas 1, namun canggihnya spesial efek serta konsep dari 2012 itu sendiri membuat saya melupakan pentingnya artis terkenal dalam film ataupun sisipan kisah cinta klasik didalamnya.
2012 sendiri di sutradarai oleh Roland Emrich yang sudah sering membesut film dengan tema-tema datangnya hari kiamat. Indepence Day (1996) dan The Day After Tomorrow (2004) merupakan buah karya sutradara kelahiran Jerman iniSudah Sedemakian keraskah hati ?
Di dalam perjalanan menuju kantor, saya terlelap menikmati sejuknya udara dalam bis. Tak terasa hingga kondektur bis membangunkanku untuk menagih ongkos, dengan mataku yang masih merejap kuulurkan sejumlah uang untuk membayar ongkos bis. Dan ... samar mataku menangkap sosok seorang ibu setengah baya berdiri tak jauh dari tempatku duduk. Tapi, rasa kantuk dan lelah ku mengalahkan niat baik untuk memberikan tempat duduk untuk ibu tersebut.
Turun dari bis, baru lah sisi baik hati ini bergumam, "Andai saya berikan tempat duduk kepada ibu tadi, mungkin pagi hari ini keberkahan bisa kuraih". "Siapa tahu ridha Allah untuk ku di hari ini dari do'a dan terima kasih ibu itu jika saja kuberikan tempat dudukku ..." Ah, kenapa baru kemudian diri ini menyesal?
Semalam dalam perjalanan pulang dengan kereta api, duduk di hadapan saya seorang bapak berusia 40-an. Lewat seorang penjual air minum kemasan, dan ia segera menyetopnya untuk membeli. Tangan kirinya memegang segelas air minum kemasan sementara tangan satunya merogoh-rogoh kantongnya. Sesaat ia memperhatikan beberapa keping yang ia mampu raih dari bagian terdalam kantongnya, ternyata ... ia mengembalikan segelas air minum kemasan yang sudah digenggamnya kepada penjual air sambil menahan rasa hausnya.
Saya yang sedari tadi di depan bapak itu hanya bisa menjadikan serangkaian adegan itu sebagai tontonan. Tidak ada tawaran kebaikan keluar dari mulut ini untuk membelikannya air minum, meski di kantong saya terdapat sejumlah uang yang bahkan bisa untuk membeli dua dus air minum kemasan! Bayangkan, cuma 500 rupiah yang dibutuhkan bapak itu tapi hati ini tak juga tergerak?
Kemarin, sebelum Isya, juga dalam perjalanan pulang. Hanya berjarak 200 meter dari kantor, saya melewati pemandangan yang menyentuh hati. Di pinggir jalan jendral sudirman, Banten, sekeluarga pemulung tengah menikmati penganan kecil berbuka puasa mereka. Suami, istri beserta dua anaknya itu tetap lahap meski yang mereka nikmati hanya sebungkus kue -entah pemberian siapa. Sempat langkah ini terhenti setelah tujuh atau delapan langkah melewati mereka, sempat pula saya berpikir untuk menghampiri keluarga itu untuk sekadar mengajak mereka makan. Tapi ... bayangan ingin segera pulang ke rumah mengalihkan langkahku untuk meneruskan perjalanan.
Padahal, dengan uang yang saya miliki saat itu, sepuluh bungkus nasi goreng pun bisa saya belikan. Apalagi jumlah mereka hanya empat kepala. Dan kalau pun harus tergesa-gesa, toh semestinya saya bisa memberikan sejumlah uang untuk makan mereka malam itu, atau juga untuk sahur esok hari. Duh, kenapa kaki ini justru meneruskan langkah sekadar untuk makan dirumah bersama orangtua.
Pagi ini. Saya coba renungi semua perjalanan hidup ini. Ya Tuhan, sudah sedemikian keras kah hati ini? Sehingga tanpa rasa berdosa kulewatkan begitu banyak kesempatan berbuat baik. Bukankah selama ini saya selalu berdoa agar Engkau memberikanku kemudahan untuk berbuat baik terhadap sesama? Tetapi ketika Engkau berikan jalan itu, saya malah melewatkannya.