Kamis, 01 Desember 2011

Konroversi Pernikahan Dengan Wanita Hamil Zina

Perkawinan dengan Wanita Hamil Zina

Sesuai dengan nubuat (berita masa depan) Nabi Muhammad  dalam sebuah hadistnya bahwa kiamat tak akan terjadi sebelum manusia banyak melakukan peribuatan sex  bebas dijalan- jalan (Sifaah) bagaikan hewan- hewanpun melakukannya. Bukti  ramalan ini kian hari kian tampak nyata dan kian menggejala dimana akhir- akhir ini mulai banyak terjadi wanita- wanita (gadis) yang terpaksa di nikah kan  dengan seorang priya gara- gara si wanita sudah hamil akibat mereka telah melakukan sex bebas alias zina.

Dasar- dasar hukum

Hukum menikah dengan wanita yang sedang hamil zina, oleh para ulama  amat diperselisihkan

Dasar- dasar perselisihan tersebut adalah dalam meng interpretasikan beberapa dalil dibawah ini yang dipersepsikan beda oleh para Fuqohaa’, diantaranya:

1.       Firman Allah :

ﺍﻟﺯﺍﻧﻲ ﻻ ﻴﻨﻜﺢ إﻻ ﺯﺍﻧﻴﺔ أﻮﻤﺸﺭﻛﺔ ﻮﺍﻟﺯﺍﻧﻴﺔ ﻻ ﻴﻧﻜﺣﻬﺎ ﺇﻻ ﺯﺍﻧﻰ ﺃﻮﻤﺸﺮﻚ ﻮﺣﺮﻢ ﺫﺍﻟﻚ ﻋﻟﻰ ﺍﻟﻤﺅﻤﻧﯿﻥ

“Az- Zaanii laa yankihu illaa zaaniyatan au musyrikah, Wazzaaniyatu laa yankihuhaa ilaa zaanin au musyrik. Wa hurrima dzaalika alal mu’miniin”.  (An- Nuur 2).

Artinya:

Para penzina laki- laki itu tidak (boleh) kawin kecuali dengan penzina wanita atau para wanita musyrik, dan para penzina wanita itu tidak (boleh) nikah kecuali dengan penzina laki- laki atau laki- laki musyrik. Dan diharomkan semuanya itu bagi orang- orang mu’min.

2.       Firman Allah:

ﺍﻟﺨﺑﯿﺜﺖ ﻟﻟﺨﺑﯿﺜﯿﻥ ﻭﺍﻟﺨﺑﯿﺜﻮﻥ ﻟﻟﺨﺑﯿﺜﺖ…………..

” Al- Khobiitsaatu lil khobiitsiina wal Khobiitsuuna lil khobiitsaat….” (An- Nur 26).

Artinya:

Wanita- wanita tak bermoral  itu pasangannya adalah laki- laki tak bermoral, sebaliknya laki- laki tak bermoral itu pasangannya adalah para wanita tak bermoral………

3.       Firman Allah:

ﻮﺃﻧﻜﺢ ﺍﻷﯿﺎﻤﻰ ﻤﻨﻜﻡ ﻮﺍﻟﺼﺎﻟﺤﻴﻦ ﻤﻦ ﻋﺑﺎﺪﻛﻡ ﻮﺇﻤﺎﺌﻛﻡ………

“Wa ankihul ayaamaa minkum was shoolihiina min ibaadikum wa imaa’ikum …”

(Q.S.An-Nur 32).

Artinya:

“Dan Nikahkanlah orang- orang yang sendirian  dari kamu sekalian  dan  hamba- hamba sahaya  priya  kalian yang sholih- sholih  dan (juga) sahaya- sahaya  wanita kalian…

4.       Hadist Nabi: Man kaana yu’minu billaahi wal yaumil Aakhiri falaa yasqi maa- ahuu zar’a ghoirihi.

ﻤﻦ ﻜﺎﻥ ﻴﺆﻤﻦ ﺑﺎﻠﻠﻪ ﻮﺍﻟﻴﻮﻡ ﺍﻷﺧﺭ ﻔﻼ ﻴﺴﻖ ﻤﺎﺌﻪ ﺯﺮﻉ ﻏﻴﺭﻩ

Artinya:

Barang siapa ber-iman kepada Allah dan Rasulnya, maka janganlah  ia “mengairi dengan air (mani) nya pada tanaman (janin) orang lain.

Yusuf bin Ismail Al- Nabhani Al- Fath al- Kabir (Dar Al- Arqom, Beirut).

5.       Hadist yang semakna: La yahillu li- imri-in yu’minu billaahi wal yaumil aakhiri an yasqiya maa-ahuu zar’a ghoirihii.

ﻻ ﻴﺤﻞ ﻹﻤﺮﺉ ﻴﺆﻤﻦ ﺑﺎﻠﻠﻪ ﻮﺍﻠﻴﻮﻢ ﺍﻷﺨﺭ ﺃﻦ ﻴﺴﻗﻲ ﻤﺎﺋﻪ ﺯﺮﻉ ﻏﻴﺭﻩ

Artinya:

“Tidak halal bagi seseorang yang percaya pada Allah dan hari akhir untuk mengairi (dengan   air mani) , tanaman (janin)  orang lain”. H.R. Abu Dawud dan Tirmidzi.

6.       An A’isyah  RA. Qoolat:  Su-ila Rasuululloh SAW an rojulin zanaa bi imro-atin wa arooda an yatazawwajahaa. Faqoola:

ﺃﻭﻠﻪ ﺴﻔﺎﺡ ﻭﺃﺨﺭﻩ ﻧﻜﺎﺡ. ﻭﺍﻠﺤﺮﺍﻡ ﻻﻴﺤﺮﻡ ﺍﻠﺤﻼﻞ

“Awwaluhuu sifaahun wa- aakhiruhuu nikaahun. Wal haroomu laa yuhrimu al- halaala”. Akhrojahuu At- Thobroniy  wa  Ad- Daaruquthniy.

Artinya:

Dari A’isyah RA, Rasululloh ditanya tentang seorang laki- laki yang berzina dengan seorang wanita dan dia bermaksud menikahinya. Maka Rasululloh menjawab: ” Awalnya adalah  kumpul kebo (SIFAAH) dan akhirnya adalah sebuah pernikahan. Sesungguhnya  perbuatan harom itu tidak dapat menghalangi  terjadinya (pernikahan) yang halal”. H.R.At- Thobarony dan Ad- Daaruquthniy.

Menurut hadist ini Rasulullah pernah memberi izin pernikahan wanita hamil zina walaupun tentu saja  HUKUM HAD nya tetap berlaku.

7.       ‘An Abi Hurairoh RA, Qoola Rasuululloh SAW:

ﺍﻠﻭﻠﺪ ﻠﻠﻔﺮﺍﺶ  ﻭﻠﻠﻌﺎﻫﺮ ﺍﻠﺤﺠﺮ

“Al- Waladu lil firoosyi wa lil ‘aahiri al- hajaru. As- Shon’ani, Subulus Salam III/210.

Artinya:

Dari Abi Hurairoh RA, Rasululloh bersabda: “Anak itu (dinasabkan) kepada Suami ibunya, sedang si penzina harus dihukum (dera/ rajam)”. Lihat Subulus Salam III/ 210.

8.       Dll.

Boleh atau tidakkah menikahkan wanita yang sedang hamil zina?

Jumhur Ulama kebanyakan membolehkan mengawini wanita hamil zina seperti pendapat

Imam  Abu Hanifah, Syafi’I,  Ibnu Hazm dari kelompok Ad- Dhohiri, dll.

Sedangkan Imam Ahmad bin Hambal dan Imam Maliki melarangnya.

Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hambal  mendasarkan larangannnya pada maksud lahir ayat- ayat tersebut dan hadist- hadist yang melarang membuahi janin yang sudah ada dari hubungan si wanita dengan orang lain.

Adapun Abu Hanifah dan dan Ibnu Hazm, walau membolehkan perkawinannya, namun me           reka melarang persenggamaan antara suami  istri tersebut sampai si wanita melahirkan anaknya, karena larangan Nabi untuk membuahi janin orang lain berlaku juga bagi wanita yang dihamili tanpa nikah, maka suaminya yang menikahinya dianggap orang lain, walau wujud orangnya sama.

Sedang  As- Syafi’I membolehkan persenggamaan mereka karena tujuan nikah adalah menghalalkan persenggamaan.  Dari Ikhtilaf ini Imam Nawawi (dari madzhab Syafi’i) menyatakan:  hukum persenggamaan itu makruh (sebaiknya jangan dilakukan sampai sang bayi lahir)  berdasarkan Qoidah: Al- Khuruj minal Ikhtilaaf Mustahab (Keluar dari perbedaan pendapat itu sangat dianjurkan). Lihat Al- Majmu’ Lin- Nawawi.

Menurut Kompilasi Hukum Islam (K.H.I) Indonesia.

Setelah memperhatikan semua ikhtilaf tentang ini dan setelah mempertimbangkan segala aspek hukum, sosial dan kemasyarakatan serta berdasarkan asas MASLAHAH MURSALAH (kepentingan umum), dimana diharapkan:

# Ada orang tua yang nantinya akan bertanggung jawab atas  segala pengasuhan dan

pendidikan anak-anaknya sampai ia dewasa.

# Si pelaku perzinahan mendapatkan kesempatan untuk bertobat dan memperbaiki segala

Perilaku buruknya dengan membina keluarga yang sah, terhormat  dan dilindungi hukum.

# Mengembalikan harkat martabat dan kehormatan  keluarga besarnya dan menutupnya

dari AIB keluarga tersebut atas perilaku salah satu dari angota keluarga tersebut, maka:

K.H.I  (Kompilasi Hukum Islam) Indonesia menetapkan KEABSAHAN pernikahan antara

seorang laki- laki dengan  wanita YANG TELAH HAMIL ZINA, dan menuangkannya pada BAB

VIII pasal 53 ayat 1 ~ 3  demikian:

1.       Seseorang wanita hamil  diluar nikah dapat dikawinkan dengan LAKI- LAKI YANG MENGHAMILINYA.

2. Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat (1) dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya.

3. Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir.

Status anak dari HAMIL ZINA

Adapun anak dari hasil hubungan ZINA, maka setelah perkawinan kedua orang tuanya dapat ditetapkan dengan dua kemungkinan, yakni:

1.       Bila anak tersebut lahir 6 (enam) bulan LEBIH  setelah perkawinan sah kedua orang tuanya, maka nasab nya adalah kepada Suami yang telah mengawini  ibunya itu.

2.       Bila anak tersebut lahir KURANG 6 (enam) bulan setelah perkawinan sah kedua orang tuanya, maka nasab anak tersebut adalah KEPADA IBUNYA.

Hal ini bersesuaian dengan pendapat jumhur ulama’ diantaranya Syekh Muhammad Zaid

Al- Abyani  yang menyatakan bahwa batas minimal umur kandungan adalah 180 hari  =

6 bulan. Para Ulama’ mendasarkan hukumnya dari perpaduan dua ayat, masing masing

dari Surat Al- Ahqoof 15 dan Surat Luqman ayat 14.

ﻮﺤﻤﻠﻪ ﻭﻔﺼﺎﻟﻪ ﺜﻼﺜﻮﻦ ﺸﻬﺮﺍ ………(ﺍﻷﺤﻘﺎﻒ١٥)

ﻮﻔﺼﺎﻟﻪ ﻔﻰ ﻋﺎﻤﻴﻦ ……………………(ﻟﻗﻤﻦ١٤)

Menurut Surat Al- Ahqoof 15, waktu mengandung dan menyapih = 30 bulan

Menurtut Luqman 14, waktu menyapih itu =…………………………………= 24 bulan

Jadi waktu hamil minimal = …………………………………………………………….=  6 bulan

Sesuai dengan pernyataan tersebut, Imam Abu Hanifah menghitung jumlah 180 hari itu dari

PERNIKAHAN, bukan dari mulainya hubungan sekssual diantara kedua orang tua biologisnya.

Catatan penting:

Maka pada kasus no. 2 , yakni jika si anak lahir kurang dari 6 bulan, bila si anak terlahir perempuan, jika ia nanti setelah dewasa hendak menikah, maka walinya bukan suami ibunya namun WALI HAKIM. Tentu saja anak tersebut secara syar’I tidak mendapatkan hak waris sebagai anak yang sah dari suami ibunya itu bila nanti suami ibunya meninggal dunia dan meninggalkan harta warisan, terkecuali bila yang meninggal itu sebelumnya telah IQROR (membuat pernyataan) bahwa anak tersebut diakui sebagai anaknya sebagaimana diterangkan oleh  Badran Abu Al-Ainain sebagai konsekwensi kebalikan pada kasus anak LI’AN (suami yang menuduh istrinya mengandung bukan dari dirinya).

Namun demikian ada beberapa perbedaan pandangan tentang hal ini yang mengacu dari beberapa kejadian dimana terjadi kasus- persengketaan nasab anak- anak yang dibawa kepada keputusan Nabi  seperti kasus persengketaaan antara Sa’ad bin Abi Waqosh dan Abdu bin Zam,ah atau seperti apa  yang diputuskan Umar bin Al- Khottob tentang anak- anak jahiliyyah yang terlahir dari kebiasaan wanita- wanita mereka kumpul kebo dengan banyak lelaki, dimana Nabi dan Umar bin Al- Khottob memutuskan bahwa anak tersebut (TANPA  MELIHAT  UMUR  KEHAMILAN) adalah  anak SUAMINYA  YANG SAH, SESUAI SABDA Rasul dalam suatu peristiwa persengketaan tersebut diatas  dalam riwayat yang panjang, diantaranya:

ﺍﻟﻮﻠﺪ ﻟﻟﻔﺮﺍﺶ ﻮﻠﻠﻌﺎﻫﺮ ﺍﻠﺤﺠﺮ  . ﺮﻮﺍﻩ ﺍﻟﺠﻤﺎﻋﺔ ﺍﻻ ﺍﻟﺗﺮﻤﺬﻱ

“Anak itu dinasabkan kepada  SUAMI  IBUNYA , sedangkan bagi si pelaku zina dia harus dihukum (dera/rajam)”. Hadist riwayat Jama’ah  ahli hadist terkecuali Turmudzi.

Wallohu A’lam.

Disarikan dari: “Kontroversi Perkawinan Wanita Hamil”,karya: Dr. Mulkhlisin Muzarie, Ro’is Aam Tanfidhiyyah DPP Jama’ah Rifa’iyyah.

Selasa, 29 November 2011

Langit dan Bumi

TIDAK SIA-SIA DIJADIKAN LANGIT DAN BUMI, “JADILAH”

Sad [27] Dan tiadalah Kami menciptakan langit dan bumi serta segala yang ada di antara keduanya sebagai ciptaan yang tidak mengandungi hikmah dan keadilan; yang demikian adalah sangkaan orang-orang yang kafir!



Baqarah [117] Allah jualah yang menciptakan langit dan bumi (dengan segala keindahannya) dan apabila Dia berkehendak (untuk menjadikan) sesuatu, maka Dia hanya berfirman kepadanya: Jadilah engkau! Lalu menjadilah ia.

An’am [73] Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dengan (tujuan) yang benar dan (Dialah juga) pada masa (hendak menjadikan sesuatu) berfirman: “Jadilah”, lalu terjadilah ia. FirmanNya itu adalah benar dan bagiNyalah kuasa pemerintahan pada hari ditiupkan sangkakala. Dia yang mengetahui segala yang ghaib dan yang nyata dan Dialah Yang Maha Bijaksana, lagi Maha mendalam pengetahuanNya.

An’Am [1] Segala puji tertentu bagi Allah yang menciptakan langit dan bumi dan menjadikan gelap dan terang; dalam pada itu, orang-orang kafir menyamakan (sesuatu yang lain) dengan Tuhan mereka.

Ibrahim [10] Rasul-rasul mereka bertanya: Patutkah berlakunya sebarang keraguan tentang wujudnya Allah, yang menciptakan langit dan bumi? Dia menyeru kamu beriman kerana hendak membersih dan melepaskan kamu dari dosa-dosa kamu dan memberi tempoh kepada kamu hingga ke suatu masa yang tertentu.

Fatir [41] Sesungguhnya Allah menahan dan memelihara langit dan bumi supaya tidak berganjak dari peraturan dan keadaan yang ditetapkan baginya dan jika keduanya (ditakdirkan) berganjak maka tidak ada sesiapapun yang dapat menahannya daripada berlaku demikian selain dari Allah. Sesungguhnya Dia Maha Penyabar, lagi Maha Pengampun.

Gafir [57] Demi sesungguhnya, menciptakan langit dan bumi (dari tiada kepada ada) lebih besar (dan lebih menakjubkan) daripada menciptakan manusia dan menghidupkannya semula (sesudah matinya); akan tetapi kebanyakan manusia (yang mengingkari hari kiamat) tidak mengetahui

KAFIR PUN MENGAKU ALLAH CIPTA LANGIT & BUMI

Az-Zumar [38] Dan demi sesungguhnya! Jika engkau (wahai Muhammad) bertanya kepada mereka (yang musyrik) itu: Siapakah yang mencipta langit dan bumi? Sudah tentu mereka akan menjawab: Allah. Katakanlah (kepada mereka): Kalau demikian, bagaimana fikiran kamu tentang yang kamu sembah yang lain dari Allah itu? Jika Allah hendak menimpakan daku dengan sesuatu bahaya, dapatkah mereka mengelakkan atau menghapuskan bahayaNya itu atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, dapatkah mereka menahan rahmatNya itu? Katakanlah lagi: Cukuplah bagiku: Allah (yang menolong dan memeliharaku); kepadaNyalah hendaknya berserah orang-orang yang mahu berserah diri.

Az-Zukhruf [9] Dan demi sesungguhnya! Jika engkau (wahai Muhammad) bertanya kepada mereka (yang musyrik) itu: Siapakah yang menciptakan langit dan bumi? Sudah tentu mereka akan menjawab: Yang menciptakannya ialah Allah Yang Maha Kuasa, lagi Maha Mengetahui

ENAM MASA 

Furqan [59] Tuhan yang menciptakan langit dan bumi serta segala yang ada di antara keduanya, dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas Arasy, Ialah Ar-Rahman (Tuhan Yang Maha Pemurah); maka bertanyalah akan hal itu kepada Yang Mengetahuinya

Sajadah [4] Allah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi serta segala yang ada di antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas Arasy; kamu tidak akan beroleh sebarang penolong dan pemberi syafaat selain dari Allah; oleh itu tidakkah kamu mahu insaf dan mengambil iktibar (untuk mencapai keredaanNya)?

Hadid [4] Dialah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas Arasy; Dia Mengetahui apa yang masuk ke bumi serta apa yang keluar daripadanya dan apa yang diturunkan dari langit serta apa yang naik padanya dan Dia tetap bersama-sama kamu di mana sahaja kamu berada dan Allah Maha Melihat akan apa yang kamu kerjakan

MENGUASAI, MENCIPTA, MENTADBIR DAN MENGETAHUI SEGALA DI LANGIT & BUMI

Nur [64] Ketahuilah! Sesungguhnya Allah jualah yang menguasai segala yang ada di langit dan di bumi. Sesungguhnya Dia mengetahui keadaan yang kamu berada padanya (wahai umat manusia) dan pada hari umat manusia itu kembali kepadaNya, maka Dia akan menerangkan kepada mereka segala yang mereka kerjakan, kerana sesungguhnya Allah Maha Mengetahui akan tiap tiap sesuatu.

Luqman [26] Allah jua yang memiliki segala yang ada di langit dan di bumi; sesungguhnya Allah Dialah jua Yang Maha Kaya, lagi sentiasa Terpuji.

Ruum [26] Dan sekalian makhluk yang ada di langit dan di bumi adalah hak kepunyaanNya, masing-masing tetap tunduk kepada hukum peraturanNya.

Sad [66] Tuhan (yang mencipta serta mentadbirkan) langit dan bumi dan segala yang ada di antara keduanya; Yang Maha Kuasa, lagi Yang sentiasa Mengampuni (dosa hamba-hambaNya).

Az-Zukhruf [85] Dan Maha Tinggilah Kebesaran Tuhan yang menguasai langit dan bumi serta segala yang ada di antara keduanya dan Dialah jua yang mengetahui tentang (masa datangnya) hari kiamat dan kepadanyalah kamu semua akan dikembalikan.

AIR DARI LANGIT TURUN KE BUMI

Anbiya [30] Dan tidakkah orang-orang kafir itu memikirkan dan mempercayai bahawa sesungguhnya langit dan bumi itu pada asal mulanya bercantum (sebagai benda yang satu), lalu Kami pisahkan antara keduanya? Dan Kami jadikan dari air, tiap-tiap benda yang hidup? Maka mengapa mereka tidak mahu beriman?

An-Naml [60] Bahkan siapakah yang telah mencipta langit dan bumi dan menurunkan hujan dari langit untuk kamu? Lalu Kami tumbuhkan dengan air hujan itu tanaman kebun-kebun (yang menghijau subur) dengan indahnya, yang kamu tidak dapat dan tidak berkuasa menumbuhkan pohon-pohonnya. Adakah sebarang tuhan yang lain bersama-sama Allah? (Tidak!) bahkan mereka (yang musyrik itu) adalah kaum yang menyeleweng dari kebenaran (tauhid).

Kunci Kemuliaan Dunia Akhirat

Ust Muhammad Arifin Ilham

Hudzaifah.org - Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Ikhwah fillah rahimakumullah, saudara saudariku yang kucintai karena Allah. Semua kita menghendaki kemuliaan, kejayaan, tidak saja di dunia tapi juga di akhirat. Dan mereka yang sukses di akhirat dimulai dari suksesnya di dunia. Simaklah kalamullah surat Fatir ayat 10. Siapapun yang merindukan kejayaan dunia akhirat simaklah kalamullah ini. Allah berfirman kepada kita:

"Barangsiapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah-lah kemuliaan itu semuanya. Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan (kalimat) yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya..." (QS. Fatir: 10)

Garis bawahi "kalimat yang baik" dan "amal yang shaleh". Kalimat yang mulia, lisan yang selalu bicara yang baik, dari dzikir kepada Allah, dakwah, mengajak manusia ke jalan Allah, ada qoulan tsaqilla: kata-kata pilihan, qoulan laina: kata-kata yang santun, qoulan sadida: kata-kata yang mulia, qoulan baligho: kata-kata bukan hanya "yang penting sampai", tapi benar-benar berangkat (dari) menyampaikannya karena kecintaan kepada siapa yang disampaikan. Kecintaannya kepada Allah membuat ia cinta kepada makhluk Allah, lalu ia berkata-kata, inilah qoulan baligho.

Berarti kalimat yang baik, belum cukup bila belum dilanjutkan dengan amal yang shaleh, amal yang nyata, amal yang membawa kebaikan perbaikan. Inilah yang membuat seorang hamba itu mulia. Tidak cukup dengan hanya amal shaleh, tapi juga diiringi dengan perkataan yang baik. Tidak cukup berkata yang baik, tapi juga diiringi dengan amal yang shaleh. Berarti amal yang shaleh dan berkata yang baik, dua hal yang dapat dibedakan, tidak dapat dipisahkan untuk mencapai kejayaan di dunia dan di akhirat. Sebagaimana dzikir dan jihad, dua hal yang dapat dibedakan tapi tidak pernah dapat dipisahkan. Hamba Allah yang berdzikir itu berjihad di jalan Allah. Dan hamba Allah yang berjihad di jalan Allah itu selalu berdzikir kepada Allah SWT.

Berarti hamba Allah yang beriman, hamba Allah yang bertaqwa, akan meraih kemuliaan. Dan istimewanya kita akan mendengar dari lisan mereka perkataan yang baik, dan mereka terus beramal shaleh. Karena mereka tahu, hari jam menit detik menuju kematian. Hidup di dunia ini fana. Itulah yang mereka lakukan demi ini. Tidak heran mereka dimuliakan oleh Allah, dimuliakan oleh para malaikat, dimuliakan di muka bumi ini, karena perkataan dan amal shaleh.

Banyak orang bisa berkata tapi belum tentu bisa beramal. Ada juga orang yang beramal tapi perkataannya kurang baik. Rasulullah SAW bersabda, barangsiapa yang beriman kepada Allah, beriman kepada hari akhirat, hendaklah ia berkata baik, benar, jujur, kalau tidak: diam.

Hanya dua pilihan, kalau tidak bisa berkata baik benar, diam saja. Maka itu yang kedua, kata-kata "diam", diam lebih baik daripada bicara yang tidak baik. Diam itu emas, tapi bicara baik benar adalah akhlak yang mulia.

Subhanallah. Sungguh beruntung hamba Allah yang beriman. Lisannya baik, amalnya baik, pantaslah ia mendapat kejayaan dunia akhirat.

Subhanakallahumma wabihamdika asyhaduallaailaahailla anta astaghfiruka wa atubuilaik. Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. []