Sabtu, 11 Mei 2013

Keutamaan Bulan Rajab

“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, Maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan Ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.”
(Q.S At-Taubah: 36)Empat bulan yang dimaksud adalah Dzulqo’dah, Dzulhijjah, Muharram (3 bulan berurutan) dan bulan Rajab yang ada di urutan ke 7 dalam penanggalan Hijriah (Qomariah). Di bulan ini terdapat peristiwa yang sangat besar yang biasa kita kenal dengan peristiwa Isra’ Mi’raj yaitu dinaikkannya Nabi Saw ke langit tujuh , untuk menerima syari’at shalat 5 waktu. Makanya para ulama berkomentar bahwasannya satu-satunya syari’at Islam yang Nabi Saw terima dari Allah secara langsung tanpa perantara Malaikat Jibril hanyalah shalat yang 5 waktu, ini menandakan betapan shalat lima waktu merupakan perkara yang sangat penting bagi ummat Islam.
Di bulan Rajab ini kita dianjurkan untuk memperbanyak amal ibadah dan meninggalkan sejauh-jauhnya segala bentuk kesia-siaan apalagi perbuatan ma’siat dan kejahatan terhadap manusia. Karena Ibnu Abbas r.a pernah berkata yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir Ath-Thabari bahwasannya  “Allah SWT telah menjadikan bulan-bulan ini sebagai (bulan-bulan yang) suci, mengagungkan kehormatannya dan menjadikan dosa yang dilakukan pada bulan-bulan ini menjadi lebih besar dan menjadikan amal shalih serta pahala pada bulan ini juga lebih besar.” (Tafsir Ath-Thabari)
Namun demikian, satu hal yang perlu kita perhatikan berkenaan dengan memperbanyak amal ibadah pada bulan Rajab ini adalah sebaiknya kita menghindari ibadah-ibadah yang berdasar pada hadits-hadits lemah dan palsu yang banyak sekali berseliweran sejak dahulu hingga saat ini, kita harus cerdas dalam beribadah kepada Allah Swt karena jangan sampai kita berlelah letih melakukan sebuah ibadah sehingga menghabiskan waktu dan tenaga kita akan tetapi tertolak.  Rasulullah Saw bersabda “Barangsiapa yang beramal bukan di atas petunjuk kami, maka amalannya tertolak.” (HR. Muslim). Jadi walaupun ibadah yang dilakukan berdasarkan hadits shahih (sesuai tuntunan Rasul Saw) belum tentu diterima itu masih lebih baik ketimbang kita mengamalkan ibadah yang sudah jelas-jelas tertolak.
Ibnu Hajar Al-Asqalani telah menulis masalah kedha’ifan dan kemaudhu’an hadits-hadits tentang amalan-amalan khusus di bulan Rajab; Tabyiinul ‘Ajab fii maa Warada fii Fadhaaili Rajab. Di dalamnya beliau menulis, “Tidak ada satu keteranganpun yang menjelaskan keutamaan bulan Rajab, tidak juga berkaitan dengan shaumnya, atau berkaitan dengan shalat malam yang dikhususkan pada bulan tersebut, yang merupakan hadits shahih yang dapat dijadikan hujjah.”
Dalam kitab Iqthidha Shiratil Mustaqim, Ibnu Taimiyah berkata, “Tidak ada satu keterangan pun dari Nabi Saw berkaitan dengan keutamaan bulan Rajab, bahkan keumuman hadits yang berkaitan dengan hal tersebut merupakan hadits-hadits palsu (Iqtidha Shirathil Mustaqim, 2/624)
Jadi alangkah baiknya jika kita memperbanyak amal ibadah di bulan ini dengan ibadah-ibadah yang sudah jelas keshahihan haditsnya seperti shaum daud, shaum senin kamis, shaum tgl 13, 14, 15, shalat tahajjud, shalat dhuha, shedekah, dan lain sebagainya. Wallahu a’lam.

Jumat, 10 Mei 2013

Adakah anjuran puasa bulan rojab

Alhamdulillah wa shalaatu wa salaamu 'ala Rosulillah, wa 'ala aalihi wa shobihi ajma'in.
Sebagian orang sempat menganjurkan bahwa banyaklah puasa pada bulan Rajab. Ada pula yang menganjurkan untuk berpuasa di awal-awal bulan Rajab. Apakah betul anjuran seperti ini ada dasarnya? Silakan ditelusuri dalam pembahasan singkat berikut ini. Semoga bermanfaat.
Aku bertanya pada Sa'id bin Jubair tentang puasa Rajab dan kami saat itu sedang berada di bulan Rajab, maka ia menjawab : Aku mendengar Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma berkata: "Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam senantiasa berpuasa sampai kami berkata nampaknya beliau akan berpuasa seluruh bulan. Namun suatu saat beliau tidak berpuasa sampai kami berkata : Nampaknya beliau tidak akan puasa sebulan penuh." (HR. Muslim dalam kitab Ash Shiyam. An Nawawi membawaknnya dalam Bab Puasa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam di selain bulan ramadhan)
Sebagian orang agak sedikit bingung dalam menyikapi hadits di atas, apakah di bulan Rajab harus berpuasa sebulan penuh ataukah seperti apa? Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan,
”Adapun mengkhususkan bulan Rajab dan Sya’ban untuk berpuasa pada seluruh harinya atau beri’tikaf pada waktu tersebut, maka tidak ada tuntunannya dari Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam dan para sahabat mengenai hal ini. Juga hal ini tidaklah dianjurkan oleh para ulama kaum muslimin. Bahkan yang terdapat dalam hadits yang shahih (riwayat Bukhari dan Muslim) dijelaskan bahwa Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam biasa banyak berpuasa di bulan Sya’ban. Dan beliau dalam setahun tidaklah pernah banyak berpuasa dalam satu bulan yang lebih banyak dari bulan Sya’ban, jika hal ini dibandingkan dengan bulan Ramadhan.
Adapun melakukan puasa khusus di bulan Rajab, maka sebenarnya itu semua adalah berdasarkan hadits yang seluruhnya lemah (dho’if) bahkan maudhu’ (palsu). Para ulama tidaklah pernah menjadikan hadits-hadits ini sebagai sandaran. Bahkan hadits-hadits yang menjelaskan keutamaannya adalah hadits yang maudhu’ (palsu) dan dusta.”(Majmu’ Al Fatawa, 25/290-291)
Bahkan telah dicontohkan oleh para sahabat bahwa mereka melarang berpuasa pada seluruh hari bulan Rajab karena ditakutkan akan sama dengan puasa di bulan Ramadhan, sebagaimana hal ini pernah dicontohkan oleh ’Umar bin Khottob. Ketika bulan Rajab, ’Umar pernah memaksa seseorang untuk makan (tidak berpuasa), lalu beliau katakan,
لَا تُشَبِّهُوهُ بِرَمَضَانَ
Janganlah engkau menyamakan puasa di bulan ini (bulan Rajab) dengan bulan Ramadhan.” (Riwayat ini dibawakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Al Fatawa, 25/290 dan beliau mengatakannya shahih. Begitu pula riwayat ini dikatakan bahwa sanadnya shahih oleh Syaikh Al Albani dalam Irwa’ul Gholil)
Adapun perintah Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam untuk berpuasa di bulan-bulan haram yaitu bulan Rajab, Dzulqo’dah, Dzulhijjah, dan Muharram, maka ini adalah perintah untuk berpuasa pada empat bulan tersebut dan beliau tidak mengkhususkan untuk berpuasa pada bulan Rajab saja. (Lihat Majmu’ Al Fatawa, 25/291)
Imam Ahmad mengatakan, Sebaiknya seseorang tidak berpuasa (pada bulan Rajab) satu atau dua hari.”
Imam Asy Syafi’i mengatakan, ”Aku tidak suka jika ada orang yang menjadikan menyempurnakan puasa satu bulan penuh sebagaimana puasa di bulan Ramadhan.”
Beliau berdalil dengan hadits ’Aisyah yaitu ’Aisyah tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam berpuasa sebulan penuh pada bulan-bulan lainnya sebagaimana beliau menyempurnakan berpuasa sebulan penuh pada bulan Ramadhan. (Latho-if Ma’arif, 215)
Ringkasnya, berpuasa penuh di bulan Rajab itu terlarang jika memenuhi tiga point berikut.
  1. Jika dikhususkan berpuasa penuh pada bulan tersebut, tidak seperti bulan lainnya sehingga orang-orang awam dapat menganggapnya sama seperti puasa Ramadhan.
  2. Jika dianggap bahwa puasa di bulan tersebut adalah puasa yang dikhususkan oleh Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam sebagaimana sunnah rawatib (sunnah yang mengiringi amalan yang wajib yaitu amalan puasa Ramadhan).
  3. Jika dianggap bahwa puasa di bulan tersebut memiliki keutamaan pahala yang lebih dari puasa di bulan-bulan lainnya. (Lihat Al Hawadits wal Bida’, hal. 130-131. Dinukil dari Al Bida’ Al Hawliyah, 235-236)
Kesimpulan: Tidak ada yang istimewa dengan puasa di bulan Rajab kecuali jika berpuasanya karena bulan Rajab adalah di antara bulan-bulan haram, namun tidak ada keistimewaan bulan Rajab dari bulan haram lainnya. Yang tercela sekali adalah jika puasanya sebulan penuh di bulan Rajab sama halnya dengan bulan Ramadhan atau menganggap puasa bulan Rajab lebih istimewa dari bulan lainnya. Juga tidak ada pengkhususan berpuasa pada hari tertentu atau tanggal tertentu di bulan Rajab sebagaimana yang diyakini sebagian orang.
Jika memiliki kebiasaan puasa Senin-Kamis, puasa Daud atau puasa ayyamul biid, maka tetap rutinkanlah di bulan Rajab. Semoga Allah beri taufik untuk tetap beramal sholih.
Semoga pembahasan singkat ini bermanfaat bagi pengunjung Rumaysho.com sekalian. Semoga Allah selalu memberkahi kita di bulan Rajab ini.
Nantikan penjelasan selanjutnya mengenai perayaan Isro' Mi'roj. Semoga Allah mudahkan.

Kamis, 09 Mei 2013

Hukum Pernikahan Lintas Agama

Hukum seorang laki-laki muslim menikahi perempuan non muslim (beda agama)

Pernikahan seorang lelaki muslim menikahi seorang yang non muslim dapat diperbolehkan, tapi di sisi lain juga dilarang dalam islam, untuk itu terlebih dahulu sebaiknya kita memahami terlebih dahulu sudut pandang dari non muslim itu sendiri.

1. laki-laki yang menikah dengan perempuan ahli kitab (Agama Samawi), yang dimaksud agama samawi atau ahli kitab disini yaitu orang-orang (non muslim) yang telah diturunkan padanya kitab sebelum al quran. Dalam hal ini para ulama sepakat dengan agama Injil dan Taurat, begitu juga dengan nasrani dan yahudi yang sumbernya sama. Untuk hal seperti ini pernikahannya diperbolehkan dalam islam. Adapun dasar dari penetapan hukum pernikahan ini, yaitu mengacu pada al quran,  Surat Al Maidah(5):5,

“Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka. (Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar maskawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barang siapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari akhirat termasuk orang-orang merugi.”

2. Lelaki muslim menikah dengan perempuan bukan ahli kitab. Yang dimaksud dengan non muslim yang bukan ahli kitab disini yaitu kebalikan dari agama samawi (langit), yaitu agama ardhiy (bumi). Agama Ardhiy (bumi), yaitu agama yang kitabnya bukan diturunkan dari Allah swt, melainkan dibuat di bumi oleh manusia itu sendiri. Untuk kasus yang seperti ini, maka diakatakan haram. Adapun dasar hukumnya yaitu al quran al Baqarah(2):222

“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.”

Perempuan muslim menikah dengan laki-laki non muslim.

Dari al quran al Baqarah(2):221 sudah jelas tertulis bahwa:

"...Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman..."

Pernikahan seorang muslim perempuan sudah menjadi hal mutlak diharamkan dalam islam, jika seorang perempuan tetap memaksakan diri untuk menikahi lelaki yang tidak segama dengannya, maka apapun yang mereka lakukan selama bersama sebagai suami istri dianggap sebagai perbuatan zina.

Kesimpulannya:
Seorang laki-laki muslim boleh menikahi perempuan yang bukan non muslim selama perempuan itu menganut agama samawi, apabila lelaki muslim menikahi perempuan non muslim yang bukan agama samawi, maka hukumnya haram.
Sedangkan bagi perempuan muslim diharamkan baginya untuk menikah dengan laki-laki yang tidak seiman.

Rabu, 08 Mei 2013

Teruntukmu Calon Bidadariku

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakaatuh,

Allah tidak memberi apa yg kita inginkan, tetapi Allah memberi apa yg kita perlukan.
Aku yakin aku memerlukanmu untuk mendampingiku kelak..Meski ku bukan seperti apa yg kau harapkan.
Tapi,selama nafas ini masih ada,ku kan selalu berusaha berikan yg terbaik menurutNya.. InsyaAllah..

Wahai calon bidadariku..

Aku ini seorang yg sangat cemburu,, Tapi kalau Allah dan Rasullullah lebih kau cintai daripada aku
Aku rela,kerana aku juga mencintai Allah dan Rasulullah lebih daripada mu.
Cemburunya seorang suami adalah bukti bahawa dia begitu ingin melindungimu, menjaga kehormatanmu.
Saat aku masih dalam asuhan ayah dan bunda,,Tidak lain doaku adalah ingin menjadi anak yg soleh, Agar kelak di akhirat dapat menjadi bekal tabungan kedua orang tua ku.
Namun nanti setelah menjadi suamimu, doaku bertambah,
Semoga Allah menjadikan ku pendamping ( suami ) yg soleh.
Agar kelak di syurga kita dipertemukan dan cukup aku yg menjadi pahlawanmu, mendampingi dirimu yg solehah.

Apa yg kuharapkan darimu adalah kesolehanmu,
Semoga sama halnya dengan dirimu
Kerna apabila rupawan yg kau harapkan dariku,
Hanya kesia-siaan yg kan kau dapati.

Wahai calon bidadariku yg dirahmati Allah..
Aku masih haus akan ilmu
Namun berbekal ilmu yg kumiliki saat ini
Aku berharap dapat menjadi suami yg sentiasa mendapat keredhaan Allah.
Ketika kelak telah lahir generasi penerus dakwah islam dari pernikahan kita,
Bantu aku untuk bersama mendidik dan membesarkannya dengan Harta yg halal,
Ilmu yg bermanfaat dan terutama dengan menanamkan pada diri mereka
Ketaatan kepada Alllah SWT.
Apabila suatu hari nanti hanya ada sebuah gubuk menjadi perahu pernikahan kita.
Tak akan ku namai dengan " gubuk derita ". Kerana itulah markas dakwah kita.
Tempat kita nantinya mengatur strategi,mendidik mujahid/mujahidah kecil kita.
untuk menjadi pendakwah.

Wahai calon bidadariku,,
Coretan ini hanyalah sebahagian kecil dari isi hatiku
Kelak saat kita bertemu,siapkanlah dirimu untuk mendengar konsep masa depan
Yang ingin kurajut bersamamu.Pertemuan denganmu kelak, adalah kejutan besar yg sedang Allah persiapkan untuk kita. Moga redha Allah sentiasa menyertai kita dalam langkah dan harakah kita.

Amin Ya Rabbal Alamin..

Mencari Sang Maha Ghoib

- "GUSTI ALLOH, dimanakah ENGKAU?
+ "AKU ada di dasar hati (hati sanubari)"
- "GUSTI ALLOH. Saya sudah menyusul ENGKAU di dasar hati.

ENGKAU kok tidak ada. Dimanakah ENGKAU?
+ "Kamu tidak bakal bisa mencari AKU.
AKU ada di dasar hidup.
Kamu bisa ketemu AKU jika sudah saatnya"

Gambaran dialog di atas menggambarkan betapa sulit dan berlikunya untuk bisa bertemu
dengan Sang Hyang Urip atau GUSTI ALLOH.
Kita tidak akan bisa bertemu, apalagi bersatu dengan GUSTI ALLOH jika belum saatnya.
Namun, dari dialog itu kita bisa tahu bahwa ALLOH itu dekat.
Seperti yang dijelaskan GUSTI ALLOH sendiri dalam Al'Quran
"AKU tidak jauh dari urat lehermu sendiri."

Namun orang Jawa memiliki falsafah tersendiri agar tidak putus asa untuk bisa bertemu
Sang Kholiq.
Falsafah tersebut berbunyi,"Sopo sing temen bakal tinemu."
Yang artinya, "Siapa yang benar-benar mencari, bakal menemukannya".
Falsafah tersebut sangat besar artinya bagi para pendaki spiritual.
Setidaknya, kita pasti bisa bertemu dengan GUSTI ALLOH
di alam kematian saat kita hidup di dunia ini.

Lho hidup di dunia ini kok disebut alam kematian? Karena orang hidup di dunia itu
hakekatnya adalah mati, dan orang yang sudah mati itu hakekatnya hidup.
Alasannya, kita hidup di dunia ini selalu diperalat oleh kulit, daging, perut, otak dan lain-lainnya.
Oleh karena itu, saat kita hidup di dunia ini pasti membutuhkan makanan untuk kita makan.
Sarana untuk bisa mendapatkan makanan adalah dengan bekerja mencari duit.

Nah, kita makan itu sebetulnya hanyalah untuk menunda kematian.
Lantaran diperalat oleh indera, kulit, daging, perut, otak dan lainnya,
maka kita ini disebut mati.
Tetapi ketika seseorang itu mati, badan yang bersifat jasad ini ditinggalkan.
Yang hidup hanyalah ruh, Ruh tidak pernah butuh makan, tidur, apalagi butuh duit.
Ruh itu hanya butuh bertemu dengan si Pemilik Ruh.

"Belajarlah mati sebelum kematian itu datang".
Artinya, ketika kita hidup di dunia ini hendaklah kita belajar mematikan hawa nafsu
dan membersihkan segala hal yang bersifat mengotori hati.
Tujuannya semata-mata hanya untuk bertemu dengan GUSTI ALLOH.

Mengapa kita mesti belajar mati? Belajar mati sangatlah penting.
Agar nanti ketika kita mati tidak salah arah dan salah langkah.
Lho...bukankah orang mati itu ibarat tidur menunggu pengadilan dari Hyang Maha Agung?
Oh...tidak. Orang mati itu justru memulai kembali perjalanan menuju ke Hyang Maha Kuasa.
Orang Jawa mengatakan dalam kata-kata bijaksananya,
"Urip iku ibarat wong mampir ngombe (Hidup itu seperti orang yang mampir minum)".
Kalau diibaratkan secara detil, orang hidup di dunia ini sebenarnya mirip seorang musafir
yang berjalan, lalu kelelahan, istirahat dan minum di bawah pohon.
Ketika rasa letih dan lelah itu sudah sirna, si musafir itupun harus kembali
melanjutkan perjalanannya. Kemana? Tentu saja ke tempat tujuannya.

GUSTI ALLOH itu dekat, jika sang musafir senantiasa mengingat-ingat
tentang GUSTI ALLOH.
Tetapi sebaliknya, GUSTI ALLOH itu jauh ketika sang musafir tersebut
lebih banyak berpikir tentang hal-hal lain yang bersifat duniawi selain GUSTI ALLOH.

Pertanyaannya, bagaimana untuk bisa bertemu dengan ALLOH?
Ibarat kita hendak bertemu sang kekasih hati, gambaran wajah sang kekasih hati
sudah terlukis dalam benak kita meski lama tak bertemu dan di lokasi yang jauh.
"Jauh di mata, dekat di hati".
Oleh karena itu, pertama, GUSTI ALLOH harus selalu terlukis dalam benak kita.
Artinya, kita harus senantiasa eling.

Kedua, GUSTI ALLOH itu bersifat Ghoib. "Mustahil bagi kita yang nyata ini
bertemu dengan yang Ghoib," begitu kata orang rasional.
Tapi pendapat itu tidak berlaku bagi para pendaki spiritual.
Seseorang bisa bertemu dengan Sang GHOIB dengan menggunakan satu piranti khusus.
Apakah itu? Piranti itu adalah mata batin.
Sebab GUSTI ALLOH tidak bisa dipandang dengan mata telanjang.

Dari kedua cara tersebut, maka kita bisa mengambil kesimpulan bahwa kedua cara tersebut
lebih mengandalkan pada piranti yang lebih halus lagi untuk bisa bertemu
dengan GUSTI ALLOH yaitu dengan RASA.
Jika RASA itu sudah terbiasa diasah, maka akan menjadi tajam seperti mata pedang.
Cobalah untuk berlatih mengasah RASA dengan cara belajar mati.

Pesan Sunan Kalijaga kepada umat akhir jaman

"Yen pasar ilang kumandange... 
Yen kali wis ilang kedunge... 
Yen wong wadon wis ilang wirange... 
Mlakuho topo lelono..njajah deso milang kori..
Ojo nganti/ngasi bali yen durung bali patang sasi..
Golek wisik songko sang Hyang Widhi..."







Artinya :

 
Yen pasar ilang kumandange,....

Jika pasar sudah mulai diam.. maksudnya jika perdagangan sudah tidak dengan tawar-menawar karena banyaknya mall dan pasar swalayan yang berdiri. Kata orang2 tua di tanah jawa ini dahulunya semua pasar memakai sistem tawar menawar sehingga suaranya begitu keras terdengar dari kejauhan seperti suara lebah yang mendengung..

ini bermakna tadinya adanya kehangatan dalam social relationship di masyarakat.. tapi sekarang sudah hilang...biarpun kita sering ke plaza atau ke supermarket ratusan kali kita tidak kenal para pelayan dan cashier di tempat itu..

 
Yen kali wis ilang kedunge...

jika sungai sudah mulai kering... jika sumber air sudah mulai kering..

maksudnya jika para alim ulama sumber ilmu sudah mulai wafat satu persatu...maka ini alamat bahwa dunia mau diQiamatkan Allah SWT. Ulama ditamsilkan seperti air yang menghidupkan hati2 manusia yang gelap tanpa cahaya hidayah..

Yen wong wadon wis ilang wirange...

Jika wanita sudah tidak punya rasa malu...

 
Mlakuho topo lelono..njajah deso milang kori

berjalanlah topo lelono

artinya bermujahadah susah payah dalam perjalanan ruhani, spiritual (suluk) atau perjalanan fi sabilillah...

Ojo nganti/ngasi bali yen durung bali patang sasi

jangan pulang sebelum engkau selesai program 4 bulan

Golek wisik songko sang Hyang Widhi..."

cari petunjuk, ilham, hidayah dan kepahaman ruhani dari Dzat yang Maha Esa..

Pesan Sunan Kalijaga ini ditujukan kepada umat akhir jaman dengan sebelumnya menyebut tanda-tanda akhir jaman & saran beliau untuk melakukan pendekatan kepada Allah melalui perjalanan Ruhani mencari petunjuk & hidayah dari-Nya..

Selasa, 07 Mei 2013

Surat dari suami untuk istri

Wahai istriku, ku teringat sebuah kewajiban yang harus ku tunaikan sebagai seorang suami, sebagai seorang nahkoda dalam kapal kita, sebagai seorang pemimpin dalam rumah tangga kita, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam sebuah ayat dan hadist yang tak hanya sekali ku mendengarnya. Allah Ta’ala berfirman

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita” (QS. An Nisa :34)


Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda : “ Setiap kalian adalah pemimpin dan akan ditanya tentang kepemimpinannya. Seorang suami pemimpin dirumahnya dan akan ditanya tentang kepemimpinannya, dan seorang istri pemimpin di rumah suaminya dan akan ditanya tentang kepemimpinannya”. ( HR. Bukhari dan Muslim dari Abdullah Bin Umar Radiyalallahu ‘Anhu)
Wahai istriku, ku akan berusaha menjadi suami yang baik, yang menyayangimu yang berusaha untuk berta’awun (saling tolong menolong) dalam kebaikan. Semoga aku bisa merealisasikan sebuah ayat yang tak jarang aku mendengarnya
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى
” Dan tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan ketakwaan “ ( Qs. Maidah : 2 )
atau ku bisa manjadi seperti seorang hamba yang Allah rahmati, sebagaimana yang telah disebutkan dalam sebuah hadist
“ Semoga Allah merahmati seorang laki-laki yang bangun malam lalu sholat dan membangunkan istrinya untuk sholat dan bila tidak mau bangun ia memercikinya dengan air diwajahnya dan semoga Allah merahmati seorang perempuan yang bangun malam lalu sholat dan membangunkan suaminya untuk sholat dan bila tidak mau bangun ia memercikinya dengan air diwajahnya” (HR. Ahmad, Ahlu sunan kecuali At Tirmidzi Hadist ini shahih)
Wahai istriku, ku akan selalu berusaha membuat dirimu senang, sebagaimana  ku senang jika diperlakukan seperti itu. Diantaranya ku akan berusaha selalu tampil rapih, wangi dihadapan dirimu. Sebagaimana ku senang jika ku diperlakukan seperti itu.

وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالمَعْرُوفِ

“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya” (QS.AL-Baqarah : 228 )

Wahai istriku, jika engkau melihat dari diriku rasa cemburu itu bukti rasa cintaku padamu. Yang dengan itu, aku berusaha menjaga dan mencintaimu, semoga dengan sebab kecemburuanku yang syar’i menjadi sebab terjaganya dirimu, ku ingin seperti Sa’ad bin Ubadah bahkan ku ingin seperti Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam.
Berkata Sa’ad bin Ubadah :“ Seandainya aku melihat seorang bersama istriku, niscaya aku akan menebasnya dengan pedang yang tajam”, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “ Apakah kalian merasa heran dengan kecemburuan Sa’ad? Sungguh aku lebih cemburu dari padanya, dan Allah lebih cemburu dari padaku” (HR. Bukhari dan Muslim)
Wahai istriku, engkau dalam pandanganku seorang yang sangat berharga bagi diriku, sosok yang luar biasa, ketaatanmu yang membuat diriku tambah mencintai dirimu. Engkau diantara anugrah yang terbesar yang Allah berikan kepada diriku, sebagaimana Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “ Dunia adalah perhiasan, sebaik-baik perhiasan adalah wanita yang shalihah ” (HR Muslim)
Dan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam pun bersabda dalam hadist yang lain: “ Barang siapa yang dikaruniai oleh Allah seorang wanita yang shalihah, berarti dia telah menolongnya atas separuh agamanya, maka hendaklah ia bertakwa kepada Allah pada yang separuh yang kedua “(HR Al Hakim dan dia berkata sanadnya shahih dan disetujui oleh Adz Dzahabi)
Wahai istriku, kebaikanmu begitu besar kepada diriku, kasih sayang dan kelembutanmu, ketaatan dan kesetiaanmu, pelayanan dan pengorbananmu begitu terasa oleh diriku, wahai istriku, semoga Allah membalas kebaikanmu dengan masukkanmu kedalam surga Nya.
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “ Bila seorang shalat lima waktu, puasa pada bulan ramadhan, menjaga kemaluannya dan taat kepada suminya ia akan masuk surga dari pintu mana saja yang dia inginkan ” (HR.Ibnu Nuaim di hasankan oleh syaikh  Al AlBani)
Wahai istriku, ingatkanlah jika suamimu keliru, jika ada hakmu yang terlalaikan, wahai istriku jangan engkau ragu untuk menasehati jika suamimu keliru, jika suamimu salah, wahai istriku  ku ingin rumah tangga kita dibangun diatas saling menasehati didalam ketaatan kepada Allah, karena atas dasar inilah agama kita dibangun. sebagaimana Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda “Agama itu adalah nasehat” (HR Muslim)
Wahai istriku, ku ingin hubungan kita dibangun atas saling percaya dan saling berkhusnudzan (berberbaik sangka) satu dengan yang lainnya,  karena dengan sebab inilah akan menutup celah hal-hal yang akan menimbulkan hubungan kita tidak harmonis.
Wahai istriku, sebagai seorang suami ku ingin mengajarkan perkara agama kepada dirimu, tentang permasalahan tauhid, sholat, puasa dan permasalahan agama yang lainnya, atau mari kita bersama-sama pergi kemajelis ilmu yang membahas perkara agama dengan pemahaman yang benar, karena hal ini adalah diantara kewajibanku sebagai seorang suami, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا

“Hai orang-orang yang beriman, pelihara dirimu dan keluargamu dari api neraka” (QS. At Tahrim:6)
Wahai istriku, ku akan melangkahkan kaki ini, mengerahkan tenaga mencari rezeki yang halal yang Allah tetapkan untuk diriku, sebagai tanggung jawab seorang suami untuk menafkahi anak dan istrinya, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman :

لِيُنفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللهُ لا يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا إِلَّا مَا آتَاهَا سَيَجْعَلُ اللهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا

“ Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberikan nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya “ (QS. Ath-Thalaq : 7)
Wahai istriku, ku akan selalu berusaha bergaul dengan pergaulan yang baik dengan dirimu, dengan kelembutan dan kasih sayang, dengan tutur kata yang sopan dan etika yang baik, dengan mendengar dan menghargai pendapatmu, dengan membantu dan meringankan pekerjaanmu, dengan bersikap yang baik dan menjaga perasaanmu, wahai istriku maafkan suamimu jika masih jauh dari hal itu, ku ingin berusaha berbuat yang terbaik untuki dirmu.
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda :
“Kaum mukmin yang paling sempurna imannya ialah yang terbaik ahklaqnya, dan sebaik-baiknya kalian ialah yang terbaik kepada istrinya “ (HR. Bukhari dan Muslim)
Wahai istriku, ku ingin engkau akrab dengan kedua orang tuaku. Ku ingin mereka menyayangimu seperti anaknya sendiri, wahai istriku mulailah dengan berlaku lemah lembut kepadanya, membantu pekerjaannya, niscaya engkau akan disayang seperti anaknya sendiri.
Wahai istriku semoga Allah menjaga dan melanggengkan rumah tangga kita diatas ketaatan kepada Allah hingga akhir hayat kita, dan memasukan kita kedalam surganya